yakatwang bersama-sama dengan Arya Wiraraja).
Sang Raja Kartanagara menyuruh mantunya Raden Wijaya melawan musuh, sedangkan Sang Raja sendiri dengan patihnya hanya bersuka-suka, minum-minum dsb. (tidak menghiraukan negara diserang musuh).
Raden Wijaya, karena hanya sendirian - Rd. Ardaraja sudah menyerah dan - sebagian tentara sudah kalah - tidak mampu menghadang musuh.
Ketika sang raja dan patih telah terbunuh, Raden Wijaya masih beruntung bisa lolos dari kepungan musuh sambil membawa permaisurinya, keluar dari istana.
Raden Wijaya mengungsi ke Madura, diterima dan dihormati oleh Arya Wiraraja (meskipun sebenarnya Wiraraja memusuhi Kartanagara).
Tapi meskipun Raden Wijaya - terlebih-lebih permaisurinya - mendapat perlakuan baik, pada akhirnya minta diri untuk kembali ke Jawa dengan rencana merebut kerajaan warisan dari tangan Jayakatwang.
Hal ini disetujui Wiraraja dan berjanji akan membantunya, tapi Raden Wijaya harus bersikap halus, jangan menggunakan kekerasan. Raden Wijaya membawa surat ’siasat’ untuk raja Jayakatwang menyatakan Raden Wijaya bersedia mengabdi kepada Sang Raja.
Raden Wijaya dengan sikap yang baik dapat mempengaruhi dan dapat pula kepercayaan penuh, sehingga ketika ia dengan perantaraan Arya Wiraraja mengajukan permohonan supaya diberi tanah, tidak sukar untuk mendapatkannya.
Tanah itulah yang kelak menjadi kerajaan Majapait (berasal: dari buah Maja yang rasanya pahit - yang terdapat di sana ketika mula-mula membuka tanah garapan).
Setelah Majapait berdiri - dengan akal Arya Wiraraja - pula Raja Tartar dapat diajaknya untuk menaklukkan Singosari. Raja Tartar yang mengira Raja Singosari masih Kartanagara (yang pernah menyakiti hatinya) segera mengirimkan tentara.
Berkat bantuan tentara Tartar, Majapahit, meskipun negara baru dapat mengalahkan kerajaan Jayakatwang.