175
071. Ketika datang ke ibunya, langsung dipeluk oleh ibunya sambil menangis, aduh agan putra ibu, 'ningwang, kenapa setiap datang hanya menangis, tiada pernah cerah, ada apa lagi.
072. Den Lalana menjawab, kepada ibunya sambil menelungkup menangis, duh ibu saya ampun, tiada disangka nasib badan, kadar pemberian Allah Yang Agung, ternyata begini rasanya, kalau manusia yang hina.
073. Seumur mengalami sengsara, menerima sedih hanya sakit-sakitan yang terasa, masih mending sakit kulit kepala, daripada cacat badan, tambah sakit menerima hinaan dari orang tua, buktinya ayah tidak sayang, saya dibiarkan.
074. Segala keinginan, tidak terpenuhi malahan tambah dibenci, mentang-mentang buruk rupa, tidak seperti kepada Brahma, segala juga hanya untuk dia, saya itu anak siapa, maka dibedakan juga.
075. Ibunya walaupun sabar, tidak kuat mendengar, hatinya ikut prihatin, sampai basah kepala putra, dihujani air mata, hati yang nelangsa, sedih tiada bandingnya, mengusap-usap sambil berkata.
076. Duh anak ibu pasrah saja, terimalah pada kodrat sukma jati', Manusia tidak akan unggul, saya alih yang kuasa, hanya syaratnya harus teguh sabar jujur, menerima apa-apa yang digariskan olehNya, percayalah serta 'tohid'.
077. Ibu juga kena getahnya, hati seperti duri pakai bubuh, mengingat pada nasib Agus, tapi apa dikata, sebab suratan
nasib, hanya tiada jalannya lagi, ibu memberi amanat sedikit.
078. Mulai dari sekarang, harus sadar jangan ingin bersama-sama lagi, dengan ahli yang takabur, sebab kalau didekati, sudah pasti sakitnya lebih dari itu, tentu lebih dari sekarang, tunggu saja pertolongan dari Allah.