Kaca:Wawacan Jayalalana.djvu/190

Ieu kaca geus divalidasi
182
 
  1. Sikut Iuka, kepala juga sampai bengkak, si Lalana berlari ketakutan, sumpah bukan bohong, begitu laporan Cendala, kalah berkelahi tinggal mengobrol.
  2. Dikisahkan sekarang ini Raden Bagus, Jaya Lalana tampan dari alun-alun sudah pergi, perginya jalan kaki memprihatinkan, tidak tentu yang diburu.
  3. Langsung mengikuti jalan yang agak sunyi, tiba ke kampung yang sunyi, masuk ke bekas ladang yang luas, bertemu dengan seorang kakek-kak'ek, raden kepada kakek bertanya.
  4. Kakek apakah ini jalan ke gunung, kakek-kakek berlari ketakutan, tidak menjawab kepada Den Sunu, malahan menjerit-jerit, kepada anak cucu memanggil.
  5. Aduh-aduh cucu ini saya tolong, saya dicegat hantu, oleh anak raksasa dari gunung, Den Lalana kaget mendengar, dan hatinya merasa tidak enak.
  6. Yang muda prihatin sekali, duh pantesan begini, oleh bapak dibenci, membuat jijik kakek-kakek, ya kemana kami bertanya.
  7. Berangkat lagi sudah tiba di pinggir gunung, kira-kira menjelang magfib, tapi raden terus pergi, masuk ke dalam hutan yang sunyi, meraba-raba yang moda.

Pupuh Sinom

  1. Hutan lebat masih utuh, seperti tempatnya para setan, berbagai macam bunyi ular kuda, badak harimau yang terdengar, hatinya raden nelangsa, menangis air matanya mengalir, meniti akar, gelap gulita, pakaiannya terkait-kait hingga robek.
  2. Tiba-tiba ingat kepada ibunya, duh ibu saya, sudah ada di tengah-hutan, mudah-mudahan selamat diri ini, serta perut ini perih, melilit berbunyi, tak ada air sedikit pun, duh ampun bagaimana, Den Lalana lemah lunglai.
  3. Sengsara sekali, memeluk batang kayu, kedinginan kena embun, sengsara siang malam, makannya pucuk kayu, atau mernakan