Ieu kaca geus divalidasi
182
- Sikut Iuka, kepala juga sampai bengkak, si Lalana berlari ketakutan, sumpah bukan bohong, begitu laporan Cendala, kalah berkelahi tinggal mengobrol.
- Dikisahkan sekarang ini Raden Bagus, Jaya Lalana tampan dari alun-alun sudah pergi, perginya jalan kaki memprihatinkan, tidak tentu yang diburu.
- Langsung mengikuti jalan yang agak sunyi, tiba ke kampung yang sunyi, masuk ke bekas ladang yang luas, bertemu dengan seorang kakek-kak'ek, raden kepada kakek bertanya.
- Kakek apakah ini jalan ke gunung, kakek-kakek berlari ketakutan, tidak menjawab kepada Den Sunu, malahan menjerit-jerit, kepada anak cucu memanggil.
- Aduh-aduh cucu ini saya tolong, saya dicegat hantu, oleh anak raksasa dari gunung, Den Lalana kaget mendengar, dan hatinya merasa tidak enak.
- Yang muda prihatin sekali, duh pantesan begini, oleh bapak dibenci, membuat jijik kakek-kakek, ya kemana kami bertanya.
- Berangkat lagi sudah tiba di pinggir gunung, kira-kira menjelang magfib, tapi raden terus pergi, masuk ke dalam hutan yang sunyi, meraba-raba yang moda.
Pupuh Sinom
- Hutan lebat masih utuh, seperti tempatnya para setan, berbagai macam bunyi ular kuda, badak harimau yang terdengar, hatinya raden nelangsa, menangis air matanya mengalir, meniti akar, gelap gulita, pakaiannya terkait-kait hingga robek.
- Tiba-tiba ingat kepada ibunya, duh ibu saya, sudah ada di tengah-hutan, mudah-mudahan selamat diri ini, serta perut ini perih, melilit berbunyi, tak ada air sedikit pun, duh ampun bagaimana, Den Lalana lemah lunglai.
- Sengsara sekali, memeluk batang kayu, kedinginan kena embun, sengsara siang malam, makannya pucuk kayu, atau mernakan