Ieu kaca geus divalidasi
184
- dimakan segar sekali, sehat seperti biasa, terus saja buah-buahan dipetik, ada sebuah pohon kiara.
- Besar sekali, berlubang sebelah tengahnya, di sisinya juga bersih, Den Lalana sudah duduk, di bawah kiara teduh, sudah kenyang makan buahnya, serta tidak ada suatu batu, licin mengkilat besar sekali.
- Den Lalana agak senang, tidak ada hati yang ketakutan, pikirannya terbang., mau di sana saya tinggal, betah sekali, walaupun tidak ada kawan, makanan tinggal mengambil, serta tempat di pinggir sungai, mau mandi sumber air besar sekali.
- Pagi-pagi pergi ke wahangan, mau mandi sesuka hati, ikannya beriringan, seperti yang mau bertemu manusia, menyenggol paha, ikan lalawak 'paling suruwuk' sepat pating kecopet, julung-julung ngajalingking, ketika ke luar dari sungai kemudian berjemur.
- Beristirahat sebentar di atas batu itu, siang hari memetik buah lagi, malam hari tidur di kiara, begitu pekerjaan siang malam, sudah tidak ada ketakutan, walaupun ada di gunung, kola hanya sebagai penggoda, tidak dapat menahan diri untuk mencapai suatu maksud, Den Lalana sudah mantap sambil bertapa.
- Terputus dulu cerita, sekarang dikisahkan lagi, yang di negeri Cempala, raja memanggil patih, bagaimana paman patih, si Lalana belum kelihatan, sudah lama belum pulang, mencari burung nori, barangkali terus kabur tidak akan kembali.
- Sekarang harus menyuruh kepada mantri yang berani, yang kuat menjaga bahla, kira-kira tujuh orang juga cukup, tapi yang mendapat pilihan, sekiranya yang sanggup, menangkap Si Jayalalana, kalau tidak menuruti perintah lebih baik penggal kepalanya, Raden patih mundur dari hadapan raja.
Pupuh Pangkur
- Den patih langsung memerintah, tujuh mantri saat itu sudah siap, mau menyusul putra ratu, yaitu Jayalalana, sudah