Kaca:Wawacan Jayalalana.djvu/193

Ieu kaca geus divalidasi
185
 
berdandan mantri yang tujuh itu, tersedia tembok dan pedang, panah, tameng, serta bedil.
  1. Sudah pergi mantri yang tujuh, berjalan tergesa-gesa menyandang pedang memanggul bedil, 'hulu nagara' ada salah satu mantri berkata kepada temannya, kita itu menyusul kemana, tidak tentu kemana mencari keterangan.
  2. Yang disusul dimana, harus dipikir jangan gugup berhenti di jalan, sementara itu datang seorang kakek-kakek menghampiri mereka, tukang gembala kerbau itu yang dulu pemah lari terbirit-birit.
  3. Takut oleh Den Lalana, saat itu lewat di depan mantri, kakek-kakek itu dipanggil, ketika sudah bertatap muka, kata mantri, coba kakek barangkali dulu, ketemu dengan anak buruk rupa, tidak beda dengan hantu.
  4. Kakek-kakek menjawab, ya tuan sudah, ketemu dengan saya anak hitam daan 'bedegul' dulu enam bulan, tidak salah banya itu yang teringat, ke sebelah sana jalannya, masuk ke dalam hutan kayu.
  5. Tujuh mantri berbahagia, ayo kawan sekarang pergi, karena sudah pasti yang dituju, tidak akan kernana perginya, sekarang oleh kita tentu tertangkap, saat itu kemudian pergi, masuk ke dalam hutan kayu.
  6. Di hutan dicari-cari, tapi tetap Den Lalana tidak ketemu, mantri tujuh, kebingungan, kehabisan bekal, padahal belum berhasil, maksud mau pulang takut oleh raja, pasti dihukum pati.
  7. Tinggalkan dulu mantri yang tujuh, dikisahkan ada sebuah negeri, Tunjung Biru yang mashur, sedang ramai para pembesar, mencari tawanan mantri yang kabur, namanya Andayasura, menggoda istri patih.
  8. Tawanan kabur ke hutan, tidak ketemu di cari di dalam negeri, sudah terus ke punc.;k gunung, ketika suatu saat, kebetulan dengan Den Lalana bertemu, sama-sama kaget keduanya, yang kabur dan yang diusir.