Ieu kaca geus divalidasi
188
- Den Lalana ketika mendengar yang marah-marah, menjerit keras sekali, memanggil ibunya, aduh ibu saya tobat, ini saya dikejar-kejar, utusan ayah, mohon rahmat saya.
- Aduh ibu barangkali tidak akan bisa bertemu, kalau seperti ini, duh ibu tolonglah, dan mohon dimaafkan, dosa besar dosa kecil, duh selamat tinggal, hari ini saya mati.
- Mantri-mantri yang tujuh marah sekali, semua mencabut pedang tamsir, kawan jangan diberi hidup, kita potong sekarang, itu sudah mendapat izin dengan raja, kita potong asal terbawa telinga.
- Den Lalana badanny<l rusak sekali, merah penuh dengan darah bekas jatuh terlentang, duri canir mengait-ngait, seperti kijang dikejar anj ing, Raden Lalana, larinya sambil menangis.
- Kita tunda dulu yang dikepung den Lalana, yang berkat lagi pandita yang sedang beratap, di puncak gunung itu, ayahnya Neng Wulansari, kakek Lalana, saat itu hatinya waspada.
- Kemudian pergi sebagai pandita dari pertapaan, sudah datang ke pinggir sungai, sungai ditepuk, tiba-tiba muncul buaya datang, kemudian pendeta berkata, he buaya sekarang datang sampai pada kepastian.
- Yang dinanti kita sekarang datang, kesal sekali menanti-nanti hingga ke kadar, mudah-mudahan saja sebenarnya, meramai tidak meleset lagi, begitu impian, ayo segera pergi.
- Hampir ketemu cucu saya Den Lalana, yang olehmu sedang dijaga, sekarang hati-hati, semoga baik menjaganya, sekarang sedang prihatin, dikejar-kejar oleh mantri negeri Cempala.
- Sang buaya menjawab terima kasih, saya di sini sudah lama, menunggu cucu tuan, tidak segera datang, seratus tahun juga lebih, saya menunggu, sekarang terima kasih datang.
- Jangan khawatir hati gamparan, kalau datang ke air, oleh saya ditangkap, dinaikan ke darat, pendeta berkata dengan manis, titip sekali, setelat:i berkata kemudian menghilang.