Kaca:Wawacan Jayalalana.djvu/196

Ieu kaca geus divalidasi
188
 
  1. Den Lalana ketika mendengar yang marah-marah, menjerit keras sekali, memanggil ibunya, aduh ibu saya tobat, ini saya dikejar-kejar, utusan ayah, mohon rahmat saya.
  2. Aduh ibu barangkali tidak akan bisa bertemu, kalau seperti ini, duh ibu tolonglah, dan mohon dimaafkan, dosa besar dosa kecil, duh selamat tinggal, hari ini saya mati.
  3. Mantri-mantri yang tujuh marah sekali, semua mencabut pedang tamsir, kawan jangan diberi hidup, kita potong sekarang, itu sudah mendapat izin dengan raja, kita potong asal terbawa telinga.
  4. Den Lalana badanny<l rusak sekali, merah penuh dengan darah bekas jatuh terlentang, duri canir mengait-ngait, seperti kijang dikejar anj ing, Raden Lalana, larinya sambil menangis.
  5. Kita tunda dulu yang dikepung den Lalana, yang berkat lagi pandita yang sedang beratap, di puncak gunung itu, ayahnya Neng Wulansari, kakek Lalana, saat itu hatinya waspada.
  6. Kemudian pergi sebagai pandita dari pertapaan, sudah datang ke pinggir sungai, sungai ditepuk, tiba-tiba muncul buaya datang, kemudian pendeta berkata, he buaya sekarang datang sampai pada kepastian.
  7. Yang dinanti kita sekarang datang, kesal sekali menanti-nanti hingga ke kadar, mudah-mudahan saja sebenarnya, meramai tidak meleset lagi, begitu impian, ayo segera pergi.
  8. Hampir ketemu cucu saya Den Lalana, yang olehmu sedang dijaga, sekarang hati-hati, semoga baik menjaganya, sekarang sedang prihatin, dikejar-kejar oleh mantri negeri Cempala.
  9. Sang buaya menjawab terima kasih, saya di sini sudah lama, menunggu cucu tuan, tidak segera datang, seratus tahun juga lebih, saya menunggu, sekarang terima kasih datang.
  10. Jangan khawatir hati gamparan, kalau datang ke air, oleh saya ditangkap, dinaikan ke darat, pendeta berkata dengan manis, titip sekali, setelat:i berkata kemudian menghilang.