192
terlebih anek, diterima semua jimat, menyembah Raden Lalana, begini kata maha wiku, panah ini kalau ditarik.
236. Waiau hutan lebat sekalipun berubah lapang jadi jalan besar, begitu pula kalau dipakai, memanah musuh yang sakti, yang tidak mempan senjata, terkena pasti hancur, tiada barang ajian.
237. Khasiatnya jimat emas/rukmin, kalau dipakai perang, dikebutkan ke musuh itu, sudah tentu lesu badannya, tidak ada (kekuasaan) tenaga, teronggok seperti kapuk, begitu khasiatnya.
238. Kalau baju itu, pasti khasiatnya, kalau dipakai raden agar tidak mempan senjata tiba-tiba, tidak mempan senjata, tombak bedil tentu menunduk, tidak raja.
239. Den Lalana hatinya bahagia, mendengar perkataan kakeknya, ajimat semuanya disimpan, kakeknya berkata lagi, tapi raden awas, ke negeri jangan kembali, jangan mau ke Cempala.
240. Ayo turuti petunjuk kakek, sekarang jalan ke wetan, di jalan jangan belok-belok, awas jangan mampir, dari sana nanti menemukan, pesantren sangat ramai, ke sana juga kakek satu.
241. Saudara kakek itu pasti, yang jadi kiyai di sana, kumpulan putra bupati, sama-sama guru belajar, kegagahan, ilmu menghilang dan terbang, di sana segala ada.
242. Di pendeta belajar kesaktian, sudah sekarang pergi, menyembah dengan hormat raden muda, setelah sungkem kepada kakeknya, pendeta hilang, heran hati raden bagus, karena pasti kalah muda.
Pupuh Sinom
243. Sudah ke luar dari pertapaan, Den Lalana hatinya senang, dikisahkan mantri yang tujuh, yang mengejar-ngejar tadi, saat itu melihat-lihat, berjalan-jalan ke atas gunung, kebetulan ketemu, di jalan berpapasan lagi, yang tujuh orang saat itu senang sekali.
244. Tiba-tiba memeluk tidak bertanya-tanya, disambut belitan rukmin, yang tujuh orang tergeletak semua, rasanya hancur tulang sendi, tidak bisa bergeletak semua, rasanya hancur