194
yang menginjak hatinya senang, perjalanan tiga bulan, sejam juga saat itu sampai, ke Cempala, ki mantri saat itu bahagia.
252. Anak panah sudah dipanggil, saat itu sudah kembali lagi, dikisahkan tujuh mantri, di alun-alun 'ngalintrik', mau menghadap kepada patih, Raden patih berkata gugup, he mantri bagaimana kabarnya,mantri tujuh menjawab takzim, tuan masalah Raden Lalana.
253. Oleh saya ditemukan, kabur/menghindar dan menjerit, kemudian saya kejar, menjeburkan diri ke air, tetap tidak ketemu lagi, tidak tahu kalau dimakan cucut, atau oleh buaya kata patih biar saja, biar akan saya laporkan kepada raja.
254. Patih menghadap raja, menyembah di depan raja, melaporkan bahwa mantri itu, saat itu sudah sampai , semuanya diberitahu, Raden Lalana ke laut, dicari tidak ketemu, begitu petunjuknya patih, kata raja biarlah kalau begitu.
255. Tidak akan jadi bahan pembicaraan, kalau pasti sudah mati, kemudian raden patih kembali, simpan dulu raden patih, sekarang dikisahkan lagi, kembali ke saat lalu, yaitu Raden Jayalalana, sudah pergi dari tempat tadi, menyusuri ladang, menyusuri pasir, menyusuri lembah.
256. Ketika sedang tenang-tenang berjalan, saat itu Raden mendengar, ayam berkokok ramai, berhenti sambil melihat, berkata dalam hati, siapa tahu tempat yang dituju; Raden pergi tambah cepat, keluar dari hutan sunyi, saat itu sudah melewati jalan setapak.
257. Tambah dekat makin jelas, terlihat walau jauh, kumpulan perkampungan di jalan Raden bertemu, anak-anak besar kecil, ketika melihat kepada Den Bagus, anak-anak berlarian, ketakutan menjerit-jerit, melihat rupa Raden yang membuat menyesal.
258. Ternyata anak-anak itu, sedang berguru ke maha resi,saat itu juga menghadap, jawab santri, aduh eyang di pinggir hutan ada hantu, sekarang juga sedang berdiri di jalan.
259. Pendeta tersenyum kecil menjawab tampan itu bukan hantu,