Kaca:Wawacan Jayalalana.djvu/209

Ieu kaca geus divalidasi

201

Pupuh Megatru

318. Den Lalana termenung di bawah pohon, menonton yang (perang) bertanding berteriak-teriak keras, gemuruh suaranya keras, Raden heran dan menggeleng-gelengkan kepala.

319. Orang tidak kelihatan karena banyak debu bertebangan, tanah bertiup kanan kiri digunakan menendang oleh raksasa garis runtuh tak bersisa, sekilat sudah kelihatan.

320. Raden berkata dalam hati, tempat hantu itu, raksasa besar tinggi, kenapa berkelahi sedang memperebutkan apa.

321. Ketika sedang berkata dalam hati, dikisahkan Denawa Denewi, kepada raden Lalana memburu, aduh bahagia sekali, ada yang mengirim makanan.

322. Dari mana ada manusia berjalan-jalan, milik makanan dikirim, ayo kita bertarung dulu, sebelah-sebelah kita bagi, ketika bertemu dengan Raden Mida.

323. Kata Denewi nanti dulu jangan tergesa-gesa, ini seperti orang negeri, tampan seperti anak ratu, rupanya tampan sekali, ayo kita tanya.

324. Bagaimana orang kecil tapi bagus, berani jalan sendiri, apa kamu tidak tabu, yang memiliki bukit ini, lekas bilang jangan 'hinon'.

325. Den Lalana kemudian menjawab, kepada raksasa, benar saya orang negeri, apa sebab kamu bertanya, begitu, ayo kamu bilang lagi, kepada saya jangan berbohong.

326. Ki Denawa sambil melotot dan berkataa, syukurlah saya sudah bertemu sekarang, minta ditetapkan sehubungan punya sebuah cincin, oleh berdua mau dibagi dua.

327. Nah sekarang mau minta bantuan, tolong harus dibagaimanakan, cincin ini khasiatnya itu sudah pasti, kalau ini adik saya, tetap saya ingin bagi.

328. Apakah itu asalnya membuat bertarung, oleh karena minta hukum adil, Den Lalana menjawab tersenyum, kesinikan cincin itu, saya yang menentukan hukum.