Ieu kaca geus divalidasi
209
- Ketika sewaktu-waktu, marah sekali, Aryakanta kemudian meramalkan putri yang macam-macam, isterinya menjerit dan menghindar, memberi tahu kepada ayah.
- Menangis sampai tersedu-sedu, bingung hati sang narpati, karena sayang kepada anak, mencari jalan yang baik, membuat bosan memberi nasihat, akhirnya memanggil Den Patih.
- Kata Den Patih sudah datang, ratu kemudian berkata, patih bagaimana caranya, putra-putri tidak akur, sudah setahun yang pesta, bagaimana akalnya yang akur.
- Cari jalan yang mulus, agar tidak ada yang celaka, dengan saudara jangan 'benghal' bentrok dengan saudara pernah, den patih menjawab dan menyembah, saya anak raja.
- Sebaiknya disuruh pulang, jangan ada di Tanjung Puri, biar apa karena membuat celaka, jadi pengantin tidak akur, kalau anan raja marah, biarkan Daya yang menjadi ganti.
- Waiau ditebus usia, harus 'lara uing pati; tidak ada halangan, karena membela raja kalau begitu, lebih baik Aryakanta diusir.
- Tidak panjang sang raja, memikirkan yang panjang pikiran, masih pada akhimya, akhimya berkata kepada patih, terserah Den Patya, saya tahu baik lagi.
- Kemudian patih pergi tergesa-gesa ke kabupaten sudah sampai, kata patih sekarang raden oleh ayah tidak boleh tinggal, katanya harus pulang, jangan ada di Tanjung Puri.
- Aryakanta diam tidak berkata, ketika mendengar perkataan patih, saat itu juga segar, bersiap-siap mau pulang, kepada patih tidak permisi, terima an penuh semangat pergi.
- Dijalannya tidak diceritakan, dikisahkan sudah sampai, masuk menghadap ayah, memberi tahu bahwa diusir, sudah tidak mendapat air mentah , oleh papatih Tanjung Puri.
- Dan semua diceritakan, tingkah laku putri, sampai sudah setahun mengadakan keramaian hati ayahnya heran, tidak disangka pada mulanya, disangka pengantin akur saja.