Ieu kaca geus divalidasi
210
- Dengan saudara akan saling jaga, 'silih asih silih asah' saling menyayangi, akhirnya begitu buktinya, seperti yang salah pengertian, sampai berani mengusir 'suan' tidak ingat ke asalnya.
- Mengeleng-gelengkan kepala karena marah, rasanya seperti dihina oleh adik, akhirnya memanggil Den Arya, saat itu juga datang, menyembah pertanda hormat, menanti perintah raja.
- He patih cepat, buat surat segera, adik saya takut kebiasaan, dan menularkan penyakit dengki, berani mengusir anak saya, padahal anak sendiri.
- Kepadanya paman menurut, tidak dimengerti berani mengusir, padahal salah anaknya, kalau tidak sudi 'atuh miusir' tebu membawa kepangkalnya, kita nyari malah 'kumahi'.
- Mentang-mentang diri jadi raja, adatnya tidak adil, apa salahnyaa berdamai, sekarang begini saja patih, kita juga jangan kalah, lebih baik tentu mengajak perang.
- Den patih dari sana meninggalkan tempat, membuat surat sudah selesai, seorang mantri sudah pergi, utusan ke Tanjung Puri, dijalannya tidak diceritakan, dikisahkan sudah sampai raja.
- Surat diberikan ke hadapan raja, dibaca oleh raden patih isi suratnya, datang raja Tanjung Puri, setelah diterima silahkan bersiap-siap, mempersiapkan bekal untuk perang.
- Sekarang sudah ditunggu, 'bongan' kamu berani mengusir, sebab bukan mengusir anak, tapi berani menghina, mentang-mentang sudah jadi raja, sudah lupa pada asal usulnya.
- Bertingkah laku sombong, bangga karena diri sakti, kenapa kamu ingin 'mecak' mencoba-coba kalau berani, kalau tidak datang 'diserbu' negara dihancurkan.
- Ratu Tunjung Puri marah, kepada patih kemudian berkata, nah patih begini akhirnya, sekarang ditantang perang, bagaimana pikiran Patih, raden patih menyemh takdir.
- Untuk perang tidak akan mundur, silakan saja ikut, kaata raja