230
572. Yang bisa menyebut kakek bisa berubaah, barangkali menyebutnya kasepuhan, Agan naik derajat kakek juga naik, Raden Lalana berkata, kalau tetap begitu kakek, di sini ada sungai, kami yang menyanggupinya, sekarang harus berdandan, kita mengambil air mata buaya utih, kakek bergembira sambil bertepuk tangan.
573. Silahkan Agan Manis, kakek ikut ke sungai, kita ke Cibondo, kakek bersama Raden sudah pergi, tidaka diceritakan di jalannya, ke tempat sungai datannya, berkata, kakek coba menyelam, barangkali bisa, buaya putih datang ke pinggir sungai, kakek merasa kaget sekali.
574. Disuruh menyelam ke dalam sungai yang airnya deras, apalagi mau mengambil buaya, takut dimakan buaya, aduh Agan kakek ampun, tidak berani melebihi, bagaimana kehendak agan, lalu Raden Sunu, memukul air sungai tiga kali, sambil membaca jampi satu kali, pada ayah angkatnya.
575. Air sungai semakin deras, menghempas ke darat, tak lama kemudian ada yang muncul ki Boja mengambek, langsung lari sembunyi, saking kagetnya, melihat ada yang muncul sebesar anak gunung, yang muncul buaya putih, ayah angkat Den Putera.
576. Begitu muncul buaya berkata, aduh Anom anakku, sekarang Raden sudah tampan, ada perlu apa, Den Putra menjawab, karena ayah disuruh hadir, saya mau minta tolong, anak putera Tunjungbang sedang sakit, bisa sembuh kembali puteri itu, obatnya oleh air mata ayahanda.
577. Karena itu mohon ayah memberinya, sang buaya menjawabnya, hanya itu permintaan Raden, hal itu gampang sekali, mana tempatnya, ayah mau pura-pura menangis, Raden Sunu menyediakan tempat untuk air matanya, lalu buaya pura-pura menangis, sudah selesai, buaya menyelam lagi ke dalam sungai.
578. Air matanya harus semerbak, harumnya sama dengan wanginya dengan ratu bunga, semerbak mewangi-wangi, cepat kakek kemari, ini air mata buaya, cepat ambil, takut terlalu siang, lalu raden berjalan bersama kakek, membawa air mata buaya.