236
625. Bertemu dengan kakek Boja, kata patih mana kakek, rumah itu di sebelah mana tempatnya, itu di depan gusti, raden patih sudah turun, lalu berjalan sambil melarak-lirik merasa heran karena ada negara baru.
626. Di dalam hatinya berkata, sudah lama menjadi patih, tidak menemukan negara, mengapa sekarang menemukan, lalu
berkata pada kakek, rumah kakek masih jauh, kakek Boja menjawab, itu gusti terlihat, babancongnya yang sudah bersinar
di halaman.
627. Sudah datang, masuk ke dalam rumah, semua sudah duduk di kursi, den patih melirik-lirik, hatinya merasa heran sekali, melihat perabot di sana, semua emas biduri, bersinar-sinar dan bergemerlapan.
628. Duduk di kursi emas, mantri melihat-lihat, sama merasa heran, bagus sekali, biarpun Kanjeng Gusti, tidak mempunyai barang seperti itu, bisa-bisa bukan manusia, kakek itu mungkin siluman, karena perabotannya tidak layak.
629. Kakek Boja menghampiri, mari makan dulu gusti, hanya sekedarnya, hasil memasak nenek, Den Patih berkata, jangan
dulu makan, kami ingin segara tahu, coba cari ingin segera bertemu, ke negara sekarang mau dibawa.
630. Jawab kakek tunggu, sebentar Iagi datang, Jayalalana, pulang dari kamar mandi, membawa sikat gigi, sambil berpayung handuk, baru selesai membersihkan badan, pakai kain batik manis, bersinar cahayanya bagai hamparan emas.
631. Berjalan pulang dari jamban, jalannya andalemi, bagaikan macan teunangan, serta begitu rapih, dilatar berdiri tamu-tamu bergemuruh, begitu melihat pada Den putra, bengong semua mantri, Den patih juga tidak bisa berkata.
632. Jatungnya berdebar-debar, seumur hidup baru menemukan yang tampan, seperti itu yang serem pakaian mantri, oleh sinar raden tertimpaa, biarpun hatinya berdebaran, sambil menuju ke latar, begitu juga Den patih, sudah bersalaman Den Lalana ke Den Patya.