270
buta tinggi besar, rambut gimbal gigi tonggar, sihungnya membelit.
916. Mata merah seperti bunga weram, telinga besar seperti lampir, tinggi seperti pohon beringin, buta yang dua sudah meminta izin, agan silahkan ke pinggir, dari tempat perang raden sudah ke pinggir.
917. Buta dua sudah merabut, pohon beringin dipegang, dipukulkan kepada prajurit yang bergerumul, para prajurit bubar,
sambil menjerit-jerit.
918. Lalana itu bukan manusia, menyebabkan kesal karena banyak balad siluman, sekarang juga ada buta, bicaranya sambil berlarian, lalu masuk ke negeri mau minta tolong, yang minta tolong ke mertua, kepada kakak dan adik.
919. Ada yang minta tolong kepada pacarnya, aduh nyai mohon doa dari nyai, barangkali ada milik untuk masih hidup, bisa jadi ke ranjang, kakak mati diganti oleh kakak lebih lanjut, kakak tidak merasa penasaran, seandainya tak jadi kepada nyai.
920. Bermacam-macam yang minta tolong, ada juga yang pinta kepada nenek-nenek, bua dua ngamuk lebih sibuk, mayat sudah banyak, begitu pula mayat para prajurit.
921. Den Lalana enak duduk, memperhatikan yang sedang mengamuk, keapda prajurit, begitu pula ratu tua, merasa gembira sekali, aduh-aduh anak kita sakti sekali, tak diduga sama sekali, mempunyai balad siluman.
922. Balad musuh sudah bubar, tidak ada yang tetinggal, oleh buta dua diamuk, begitu pula rajanya bubar, dikejar-kejar oleh Denawa Denewi, ditangkap seperti tikus.
923. Dimasukan ke dalam koja, raja-raja dibawa oleh Denawa Denewi, ke pasanggrahan sudah masuk, buta dua mengambil barang-barang, apa saja yang ada, pisau golog cangkir besi.