Kaca:Wawacan Pareumeun Obor II.pdf/13

Ieu kaca geus diuji baca

sampiran. Di potret itu nampak sederet wanita duduk di kursi, antara lain ibunya dan Salamah. Di belakang deretan itu berdiri empat laki-laki, di antaranya Tarlan dan orang yang dulu berjumpa dalam kereta api di Karawang. Dari nama-nama yang tertulis di belakang potret itu, Salim mengetahui bahwa orang itu bernama Wiryadi. Pada hari kedua di Sukasari, ketika tamu-tamu sudah habis, Salim berziarah ke makam ayahnya di Wanasirna bersama mas Saca dan isterinya. Sebelum pulang ke Betawi (Jakarta) ia menemui dulu para orang tua dan tetangga untuk minta diri dan doa restu.

Setiba lagi di Betawi (Jakarta), Salim menceritakan kepada nyonya Berling apa yang dilihat dan didengarnya di desanya. Potret almarhum ayahnya di kala mudanya diperlihatkannya pula. Kalau sudah didapat kepastian bahwa ayahnya memang pernah bekerja sama dengan tuan Yasper, Salim berniat mencari saudaranya, Usup, di Pandeglang. Tuan dan nyonya Berling dapat menyetujui maksud Salim itu.

Ketika waktunya tiba, bertolaklah Salim dengan kereta api ke Pandeglang. Di setasiun kecil Cikeusal, ia turun. Oleh jaro (lurah) Salim diberi tahu bahwa di kampung itu cuma ada satu orang yang bernama Usup. Kemudian ia diantarkan ke rumah asisten (camat) pensiun. Ketika ia menanti tuan rumah ke luar, pandangannya tertumbuk pada sebuah potret, yang sama betul dengan potret yang ditemukannya di kamar ibunya di Sukasari.

Atas pertanyaan tuan rumah. Salim menceritakan dengan teliti tentang almarhum bapaknya dan tentang segala pengalamannya yang manis dan yang pahit selama ini. Lalu tuan rumah menceritakan kisahnya sendiri, dan menyebut-nyebut nama Usup alias Wiryadi, kemenakannya yang ditinggalkan ayahnya ketika masih dalam kandungan. Tatkala Salim memperlihatkan potret ayahnya semasa mudanya, pensiunan asisten merangkulnya sambil meratap, “Bisri, Bisri, tak kusangka kau sudah wafat!” Ternyata ayah Salim sebenarnya bukan bernama Sobari, melainkan Tubagus Bisri. Dulu ia tergoda oleh wanita lain, sehingga sampai hati meninggalkan istrinya yang sedang hamil. Sejak itu Sobari alias Bisri tak pernah pulang lagi ke kampung halamannya di Petir. Anaknya

8